Pria Turki Hairstylist Ilegal Dan Kakek Australi Overstay 41 Hari Dideportasi Rudenim Denpasar

 


BADUNG – (18/02/2025) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar dibawah kepemimpinan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI Agus Andrianto ini kembali melaksanakan pendeportasian terhadap seorang warga negara Turki berusia 40 tahun, dan ID, seorang warga negara Australia berusia 67 tahun, resmi dideportasi dari Indonesia setelah melanggar peraturan keimigrasian yang berlaku. Deportasi keduanya dilaksanakan pada tanggal yang sama, sebagai langkah penegakan hukum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 75 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian..


FA terakhir kali masuk Indonesia pada 9 Februari 2025 menggunakan VoA (Visa On Arrival). Selama berada di Indonesia, FA tinggal di Kecamatan Kuta Utara, Bali. Ia mengaku telah memutuskan untuk tinggal jangka panjang dan bekerja sebagai hair stylist tanpa izin tinggal yang sesuai, dengan menawarkan jasanya melalui dua akun media sosial Instagram miliknya yang salah satunya memiliki 11.600-an pengikut serta ia menawarkan pada sebuah grup turis di Facebook. FA mengakui bahwa ia tidak memiliki izin untuk bekerja karena izin tinggal yang dimilikinya adalah Izin Tinggal Kunjungan, yang tidak memperbolehkan pemegangnya untuk bekerja. Ia juga mengungkapkan bahwa ia mendapatkan penghasilan berkisar antara Rp. 5.000.000 hingga Rp.15.000.000 per bulan dari layanan potong rambut dan pewarnaan rambut, ditambah dengan kiriman uang bulanan dari keluarganya di Turki sebesar Rp. 10.000.000.


Menurut pengakuan FA, ia tidak menjual produk perawatan rambut, melainkan hanya merekomendasikan produk tersebut di Instagram-nya. Klien-kliennya umumnya terdiri dari warga lokal dan turis asing, dan ia biasanya menerima maksimal dua klien dalam seminggu. FA mengakui kesalahannya karena bekerja tanpa izin tinggal yang sah, dengan alasan ketidakmampuannya untuk mengajukan permohonan Izin Tinggal Terbatas (ITAS) untuk bekerja di Indonesia. Berdasarkan pelanggaran keimigrasian yang dilakukan, FA dikenakan tindakan pendeportasian sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 


Di lain kasus, ID pertama kali memasuki Indonesia pada 2 Desember 2024 menggunakan Visa Kunjungan, dan ia mendapatkan Izin Tinggal Kunjungan yang berlaku hingga 31 Desember 2024. Selama berada di Indonesia, ID tinggal di kawasan Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. ID mengaku bahwa ia telah berada di Indonesia sejak sepuluh tahun yang lalu dengan tujuan awal untuk berlibur, namun belakangan berencana untuk tinggal jangka panjang di Bali dan mencari tanah untuk membangun villa. Ia mengungkapkan bahwa kebutuhan hidupnya selama di Indonesia ditanggung oleh penghasilannya sebagai analis komputer di perusahaan yang berlokasi di London.


Namun, ID mengalami kesulitan keuangan yang disebabkan oleh investasi saham yang dilakukan menggunakan margin (utang) dari sekuritas sahamnya, sehingga akun bank pribadinya di London diblokir. Akibatnya, ia tidak dapat mengakses rekening banknya atau membayar biaya overstay yang dikenakan. ID mengaku tidak memiliki tiket untuk kembali ke negaranya karena ia tidak memiliki dana yang cukup. Namun, pemerintah Australia telah memberikan dukungan untuk membantu tiket perjalanan ID kembali ke negara asalnya.


Meski telah berupaya menghubungi agen visa untuk menyelesaikan masalah overstay-nya, ID tetap dideportasi setelah izin tinggalnya telah habis selama 41 hari dan ia tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar biaya overstay tepat waktu. ID mengungkapkan bahwa situasi keuangannya yang mendesak membuatnya tidak mampu untuk segera menyelesaikan masalah administrasi tersebut. Rencananya, setelah kembali ke Australia dan memperoleh pinjaman dari pemerintah, ia berniat untuk menutup denda margin sekuritasnya, mengembalikan biaya tiket yang dibantu oleh Konsulat Australia, serta menyelesaikan pembayaran penginapan yang tertunda. 


Berdasarkan Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, warga negara asing yang izin tinggalnya telah habis lebih dari 60 hari dikenai tindakan administratif berupa deportasi dan penangkalan.


Karena proses pendeportasian tidak dapat dilakukan dengan segera, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai memindahkan FA ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada  14 Februari 2025. Sedangkan ID diterima Rudenim Denpasar dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar pada 12 Februari 2025 untuk diupayakan proses pendeportasian lebih lanjut. Pada 18 Februari 2025, FA dan ID dideportasi melalui Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali menuju kampung halamannya masing-masing. 


Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, menyatakan bahwa penyalahgunaan izin tinggal untuk bekerja tanpa izin yang sah serta overstay merupakan pelanggaran yang tidak dapat dibiarkan. "Penyalahgunaan izin tinggal, seperti yang dilakukan oleh FA yang bekerja tanpa izin yang sesuai, serta kasus overstay seperti yang dialami oleh ID, jelas melanggar peraturan yang ada. Pihak Imigrasi bertindak tegas untuk menjaga ketertiban hukum dan memastikan bahwa warga negara asing yang berada di Indonesia mematuhi aturan yang berlaku," ujar Dudy.


"Sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat diberlakukan hingga enam bulan dan diperpanjang, serta penangkalan seumur hidup dapat diterapkan bagi orang asing yang mengancam keamanan dan ketertiban umum. Keputusan akhir mengenai penangkalan akan diputuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan aspek-aspek kasusnya," tutup Dudy. (DNG/RZA)